Perencanaan dan Perancangan Sensory Museum Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Tempat Fun-Education di Kota Surabaya Tema: Arsitektur Simbolis
DOI:
https://doi.org/10.61293/anggapa.v4i2.853Kata Kunci:
Sensory Museum, Arsitektur Simbolis, Fun-Education, Perjuangan Bangsa Indonesia, PancasilaAbstrak
Dari tahun ke tahun terlihat dari jumlah kunjungan terdapat penurunan minat masyarakat terhadap museum konvensional. Museum perlu melakukan pendekatan baru yang mengintegrasikan teknologi kini ke dalam program pembelajaran museum. Para pengunjung tidak hanya melihat secara visual, tetapi juga seolah-olah diikutsertakan dalam peristiwa yang diceritakan dalam museum. Maka, dengan adanya perencanaan dan perancangan sensory museum perjuangan Bangsa Indonesia akan membantu memberikan edukasi sejarah dengan pendekatan yang berbeda dari museum konvensional. Buku Architectural
programming dari Donna P. Duerk digunakan sebagai metode perancangan yang melibatkan identifikasi masalah, pengumpulan data, analisis, konsep perancangan, dan desain arsitektur. Lokasi perancangan berada pada Jalan Taman Jayengrono, Surabaya. Tema arsitektur simbolis menggunakan konsep makro Pancasila pada perancangan sensory
museum. Bentuk bangunan mengimplementasikan simbol dan sifat dari setiap sila Pancasila, mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pada konsep mikro diterapkan sila-sila dan juga pengalaman sensori pada setiap ruang pameran. Perencanaan dan Perancangan Sensory Museum Perjuangan Bangsa Indonesia Sebagai Tempat Fun-Education Di Kota Surabaya Tema: Arsitektur Simbolis ini dibuat berdasarkan kajian dan analisa yang telah dilakukan dan diharapkan perancangan museum dapat menjadi lebih optimal.
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Anggapa

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.







